oleh T. Austin-Sparks
Bab 1 – Pencarian Mata yang bagaikan Nyala Api
Bacaan: Wahyu 1:1-20; 2:1.
Melalui kata pengantar yang singkat, mari kita fokuskan perhatian saudara pada apa yang kami rasakan sebagai perhatian Tuhan terhadap umat-Nya pada saat ini.
Di dalam pasal kedua dan ketiga dari kitab Wahyu, kita memiliki survei Tuhan tentang ketujuh jemaat. Saat mata yang bagaikan nyala api itu menatap ke dalam kondisi rohani batiniah dan menelanjangi kondisinya – menganalisa, membedah, memisahkan, menempatkan pada dua sisi debit dan kredit, dan membentuk dan memberikan vonis final mereka – kita melihat satu hal yang menjadi masalah dalam kaitannya dengan mereka semua. Mungkin ada perbedaan tertentu di dalamnya; aspek-aspek-nya mungkin bervariasi; unsur-unsurnya mungkin sangat berbeda; namun ketika semuanya telah disurvei dan dikumpulkan bersama, ini adalah untuk mendirikan satu fakta saja, yaitu, kehadiran atau ketidak-hadiran dari apa yang, dari sudut pandang Tuhan, merupakan pembenaran untuk kelanjutan dari komitmen penuh Tuhan kepada apa pun yang mengklaim mewakili-Nya. Masalahnya untuk setiap jemaat ini adalah apakah, di bawah izin Tuhan, mereka dapat menetap sebagai saksi-saksi yang sejati, dan apakah mereka dapat meneruskan sebagai yang benar-benar mewakili-Nya. Tuhan memiliki mereka di hadapan-Nya – bolehkan kita katakan, memiliki mereka di dalam tangan-Nya – dan sedang menentukan apakah Ia dapat menyimpan mereka atau apakah Ia harus menyingkirkan mereka; apakah ia harus “mengambil kaki dian mereka dari tempatnya” (Wahyu 2:5), atau apakah mereka dapat menetap dengan persetujuan penuh-Nya. Sehingga pertanyaannya jelas merupakan satu mengenai melanjutkan dalam kaitannya dengan tujuan yang dimaksudkan Tuhan atau kehilangan posisinya. Kita telah melihat tubuh-tubuh melintasi langit pada malam hari, datang dari jauh, semakin cemerlang, tampaknya, semakin mereka mendekati, memancarkan cahaya-nya di sepanjang perjalanan mereka, dan kemudian menghilang seluruhnya dari pandangan di dalam kegelapan malam. Ini adalah “bintang-bintang” yang diwujudkan oleh nasehat-nasehat Allah yang kekal, yang cemerlang dengan kemuliaan kasih karunia-Nya, beberapa dari mereka berhenti untuk mengenapi nasehat-nasehat itu.
Pertanyaan mengenai setiap alat yang dibangkitkan oleh Allah dalam kaitannya dengan tujuan-Nya adalah: Seberapa jauh Ia dapat melanjutkan dengan alat itu? Ini jelas bahwa ada hal-hal yang tidak membenarkan Dia dalam sepenuhnya mendukung beberapa alat-alat yang pada awalnya Ia bangkitkan dan gunakan. Surat-surat ini membuat hal-hal itu jelas.
Pertama-tama, fakta bahwa Allah pada awalnya membangkitkan suatu alat, bahwa alat itu berasal dari-Nya dan merupakan karya-Nya pada mulanya, tidak membenarkan Dia untuk menyimpan-nya selama-lamanya. Itu dibuat cukup jelas. Kita harus memperhatikan dengan serius fakta bahwa, karena Allah membangkitkan suatu hal, ini tidak berarti bahwa Ia pasti harus menjaga hal itu tetap selamanya tanpa syarat, yaitu, tidak peduli bagaimana keadaan atau karakternya pada akhirnya atau dengan beriringan waktu. Terlebih lagi, fakta bahwa suatu alat telah memiliki sejarah pengabdian yang luar biasa kepada-Nya dan telah, pada suatu waktu, merupakan ekspresi yang sangat nyata dan penuh dari kasih karunia dan kuasa-Nya, tidak berarti ia dapat menjadikan dirinya sendiri sebagai sebuah tuntutan atas diri-Nya, dan Ia tidak menganggap diri-Nya sendiri sebagai yang berada di bawah kewajiban apa pun untuk melestarikannya selama-lamanya. Tetapi kita harus menekankan poinnya lebih lanjut lagi. Sebab kapan saja ada banyak hal-hal yang patut dipuji dapat dilihat di dalam suatu alat, yang diri Tuhan sendiri mungkin puji – dan mungkin ada tidak sedikit hal-hal seperti itu – namun, catatan ini menunjukkan bahwa bahkan mereka tidak membenarkan Allah untuk melestarikannya di tempat semulanya; bahkan kehadiran hal-hal yang relatif baik seperti itu, tidak berarti bahwa Ia tidak akan pernah mempertimbangkan untuk menyingkirkan mereka dari tempat asalnya, atau bahwa Ia pasti akan menahan diri dari melakukan hal seperti itu. Ada banyak hal-hal yang terus ada dan melayani suatu tujuan, tetapi telah kehilangan tempat mereka dalam nilai asal mereka kepada Tuhan.
Itu adalah pengayakan yang sangat menyeluruh dari segala sesuatu. Ini dapat dipikirkan bahwa jika Allah membangkitkan sesuatu, jika hal itu berasal dari tangan-Nya sendiri di tempat pertama; jika Allah telah menggunakannya dan memberkatinya; jika hal itu telah menunjukkan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari kasih karunia-Nya dan kasih-Nya; jika alat itu masih memiliki di dalamnya, banyak hal-hal terpuji yang Allah, menatap dengan mata-Nya yang bagaikan nyala api, dapat menyetujuinya, tentunya itu cukup untuk memperdebatkan tentang kelanjutannya di dalam kepenuhan berkat-Nya? Saudara mengerti bahwa kami sedang berbicara tentang alat-alat. Kami tidak sedang berbicara tentang jiwa-jiwa. Kami tidak sedang berurusan dengan masalah keselamatan, tetapi dengan masalah panggilan.
Lalu, apa, yang membenarkan Tuhan dalam memelihara dan melanjutkan dengan alat seperti itu? Kita harus melihat apa yang memotivasikan-Nya ketika Ia mewujudkannya, apa yang ada dalam pikiran-Nya dan di dalam hati-Nya. Kita akan menemukan semua yang perlu kita ketahui dari deskripsi alat itu sendiri. Dalam bagian yang telah kita sebutkan itu, ini disebut kaki dian – “ketujuh kaki dian emas” (R.V.M.). Pengetahuan kita tentang Firman memberi kita banyak pengertian tentang apa yang dimaksudkan dengan itu, dan Perjanjian Lama khususnya datang sekaligus untuk membantu kita, sebab apakah itu kandil di Kemah Suci, atau apakah itu kandil dari emas seluruhnya yang diperlihatkan kepada Zakharia (Zakharia 4:2), kita tahu bahwa dalam kedua kasus ini, di sana ada diwakili ekspresi hidup dari energi Roh Kudus. Ambillah kandil dari emas seluruhnya misalnya. Kita ingat polanya, dengan tujuh tempat minyaknya di bagian atasnya dan tujuh corot pada masing-masing pelita yang ada di bagian atasnya itu; dan minyak yang dikosongkan dari pohon zaitun yang hidup melalui corot ke dalam tempat minyaknya, untuk menyediakan sumber daya bagi pelita-nya. Ini adalah ilustrasi yang sangat lengkap, yang sangat komprehensif, dan ini adalah sesuatu yang hidup. Di satu sisi, ada mata air atau sumber air yang hidup. Nabi tidak mengatakan bahwa ada waduk, tangki, wadah minyak buatan manusia, melainkan pohon yang hidup, dan minyak yang dituangkan terus-menerus, selalu segar – hangat dari arteri organisme yang hidup itu, seolah-olah – ke dalam kandil yang menyala dengan pelitanya yang stabil dan abadi, pelita yang tidak bervariasi, yang tidak padam, yang dipertahankan pada kekuatan penuh-nya secara terus-menerus.
Ini adalah kesaksian tentang hidup yang tidak pernah gagal, yang abadi, dan serba-cukup; kesaksian tentang hidup yang tidak abstrak, bukan sesuatu yang disimpan, tetapi sesuatu yang datang di sepanjang waktu dari aliran yang tak habis-habisnya, suatu hidup yang agung dan mulia. Ketika pelita menyala, ini adalah deklarasi kemenangan yang konstan, dan itu, adalah kemenangan atas maut, yang akan berusaha untuk memadamkan nyala api. Api ini menyala di tengah-tengah maut yang mengelilinginya, sebuah pernyataan terus menerus bahwa maut tidak memiliki kuasa untuk memadamkannya.
Untuk kembali kepada Kitab Wahyu: Apa itu, dan apakah itu yang sendirinya membenarkan Allah dalam memelihara alat apa pun dalam hubungan penuh dengan diri-Nya sendiri dan tujuan-Nya? Ini bukanlah karena alat itu memiliki banyak hal-hal yang baik. Ini bukanlah karena alat itu berasal dari Allah. Ini bukanlah karena alat itu memiliki sejarah yang hebat, masa lalu yang hebat, tradisi yang baik. Ini bukanlah karena alat itu memiliki sebuah nama, sebuah reputasi, nama yang berasal dari hari-hari-nya yang lebih mulia. Ini adalah karena bahwa pada saat ini, ada nyala api abadi kehidupan Ilahi yang sama di dalamnya, sebuah kesaksian melawan kuasa maut di sekitarnya. Itulah pembenaran Allah.
Saudara perhatikan bahwa sehubungan dengan ketujuh kaki dian emas itu, ada referensi kepada ketujuh Roh Allah, yang berarti kepenuhan rohani, dan kepada Yesus Kristus, Saksi yang Setia. Ia diidentifikasikan dengan pelita-pelita ini. Ia ada di tengah-tengah mereka, terkait erat dengan mereka. Mereka diwujudkan untuk menjadi kesaksian yang menetap kepada diri Tuhan sendiri sebagai Saksi yang Setia, Yang Hidup, di dalam kuasa Roh Allah.
Ketika kita datang untuk menganalisa keadaan jemaat-jemaat ini, kita menemukan bahwa di dalam lima di antaranya, setidaknya, ada beragam-ragam unsur-unsur, yang masing-masingnya merupakan ekspresi dari sesuatu yang merupakan kontradiksi dengan Roh Kudus, suatu kontradiksi dengan Roh Hidup. Ketika hal semacam itu ditemukan di antara umat Tuhan – di dalam bejana, alat – itu merupakan unsur maut dan memberikan Iblis pijakannya, dan semua, tanpa disadari sebagian besarnya, di antara orang-orang itu, kesaksian itu bertentangan.
Intinya adalah ini. Iblis akan melakukan apa saja – metodenya dan caranya banyak – untuk mendapatkan pijakan untuk maut di dalam alat yang dibentuk secara Ilahi, sehingga alat itu menjadi sebuah kontradiksi tepat di pusatnya itu sendiri. Alat itu memiliki sebuah nama; alat itu memiliki pekerjaan yang baik; alat itu memiliki banyak hal-hal yang bahkan Tuhan sendiri tidak dapat menghakimi sebab mereka adalah hal-hal yang baik; tetapi hal vital yang dengannya itu sendiri Tuhan dapat dibenarkan dalam mempertahankan alat itu dalam posisi asalnya, telah dilawan. Ini bukanlah pertanyaan tentang apa yang dulu ada di sana yang adalah baik dan apakah itu masih berkembang pada hari ini, melainkan: Apakah Tuhan memiliki hal yang sentral, mendasar, esensial, sangat diperlukan itu, yang untuknya Ia pernah membangkitkan alat-Nya, baik individu atau perkumpulan, dan membawa mereka ke dalam hubungan dengan diri-Nya sendiri, yang untuknya Ia telah menangkap mereka, apa yang dimaksudkan sebagai panggilan khusus mereka? Ini bukanlah masalah jumlah, ukuran, atau kuantitas duniawi, tetapi kualitas intrinsiknya.
Mari kita lihat kembali kepada kasus khusus ini (Wahyu 2:1). Tuhan berkata: “Betapa dalamnya engkau telah jatuh.” “Apa yang semula engkau lakukan.” “Pikirkan kembali, pertimbangkan kembali, dan ubahlah kembali” (“Bertobatlah”). “Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya.” Kepada siapakah Ia berbicara dengan demikian? Kepada Efesus. Efesus! Hanya tiga puluh tahun sebelumnya Efesus menerima deposito wahyu dari atas itu, yang tidak ada yang unggul dalam Perjanjian Baru, pengungkapan yang luar biasa dari nasehat dan panggilan Allah yang kekal itu, yang datang untuk menyandang nama ‘Jemaat Efesus.’ Oh, tragedi Efesus! Ada saat ketika dapat dikatakan bahwa, melalui dia, “seluruh Asia” terpengaruh. Nilai intrinsiknya terdaftar di area yang luas itu.
Apa yang Tuhan maksudkan dengan mengambil kaki dian-nya dari tempatnya? Tidak berarti bahwa dengan satu pukulan, apa yang ada di sana akan dihancurkan atau dimusnahkan. Bukan pemusnahan geografis atau kepunahan secara harfiah. Efesus dan jemaatnya berlangsung selama bertahun-tahun. Tetapi, posisi rohaninya yang esensial, di dalam “panggilan kepada apa ia dipanggil” telah hilang. Jemaat itu menjadi sesuatu yang lain. Jemaat itu mungkin bertumbuh secara numerik. Ini mungkin telah diterima di Efesus. “Perbuatan baik”-nya mungkin telah menetap dan ada banyak. Tetapi ukuran rohaninya, kebajikan intrinsiknya, dan sumber dayanya untuk Jemaat di luar lokalitasnya telah hilang. “Tempatnya” secara rohani dapat dihilangkan tanpa menyentuh lokasi duniawinya dan materialnya. Bukankah ini adalah sejarah menyedihkan dari begitu banyak, yang memiliki permulaannya dan berlanjut dalam kuasa rohani dan keefektifan spontan selama beberapa tahun, tetapi akhirnya kehilangan tempat dan posisi rohaninya di dalam “seluruh nasehat Allah”? Dalam banyak kasus-kasusnya, baik dari individu maupun pribadi dan dari pelayanan kolektif, kita harus mengatakan: ‘Mereka telah dikalahkan’; ‘mereka tidak sesuai dengan awal mereka.’ Banyak tempat yang dulunya merupakan pusat pengaruh yang luas, sementara masih ada, hanya melakukannya berdasarkan tradisi sebelumnya. Banyak pelayanan di mana kita merasakan dampat Ilahi telah – dengan faktor tragis tambahan dari ketidakpekaan terhadap fakta – kehilangan pengurapan Ilahi itu. Apakah itu ekspansi tanpa sumber daya rohani yang sepadan? Apakah itu popularitas dan penerimaan yang telah merampas dari perasaan krisis dan darurat? Apakah penglihatan telah memudar karena keberhasilan atau kesulitan? Apakah unsur-unsur kontradiksi telah menemukan suatu celah di suatu tempat dan bekerja seperti ragi rahasia hingga mengkorupsi? Apa pun itu, itu dia, dan hal seperti itu tercatat dalam Firman Allah sebagai sebuah peringatan untuk selamanya bahwa ini adalah bahaya yang menimpa apa pun yang dibangkitkan Allah sebagai pelita kesaksian sejati. Sebagian dari kita meratap dalam hati, di dalam kehidupan kita sendiri, saat kita melihat tragedi ini dalam hamba-hamba Allah, dalam gerakan dan alat yang telah dikalahkan. Kebanggaan rohani adalah penyebab utama dan pasti dari bencana semacam itu. Ketika ‘Institusi’, ‘Misi’, ‘Pusat’, atau apa pun juga menjadi objek pembicaraan dan kepuasan, dan ini bukanlah Tuhan dalam kepenuhan yang bertumbuh, maka hari-hari komitmen penuh Tuhan kepadanya telah terhitung.
Kita semua telah ditangkap oleh Yesus Kristus, dan telah ada tujuan di balik penangkapan itu. Kita tidak telah ditangkap hanya untuk diselamatkan. Keselamatan kita hanyalah dasar dan pengantar untuk sesuatu yang jauh lebih banyak. Tuhan mengumpulkan milik-Nya sendiri untuk membentuk mereka menjadi alat korporasi tujuan Ilahi. Ia membangkitkan alat seperti itu dari waktu ke waktu; tetapi apakah itu individu atau apakah itu perkumpulan, satu bahaya yang konstan adalah bahwa ‘hal yang esensial-nya’ dalam pemikiran Ilahi dalam membangkitkannya, dalam menangkap alat itu, entah bagaimana menjadi hilang sementara banyak hal-hal lain dapat berlanjut.
Satu hal inklusif muncul dari survei jemaat-jemaat ini. Ini adalah bahwa Tuhan berurusan dengan setiap kehidupan atau alat dalam terang tujuan khusus-Nya untuk alat itu, dan bukan kebergunaannya secara umum. Pasal-pasal ini tidak akan pernah ditulis jika Tuhan hanya mengambil pandangan ini: ‘Ya, alat ini tidak sepenuhnya buruk; ada masih banyak yang bernilai di sini; ini belum sepenuhnya menyimpang daripada-Ku; oleh karena itu Aku harus menjaganya dan mendukungnya, melestarikannya, dan mengkomitmenkan diri-Ku sendiri sepenuhnya kepadanya’; tetapi Tuhan tidak melakukan itu. Kita mungkin bersyukur kepada Tuhan untuk apa pun yang ada di dunia ini yang adalah baik dan berasal dari diri-Nya sendiri, dan ketika kita sendiri masuk ke dalamnya, kita bersyukur bahwa Tuhan masih memiliki saksi di dunia seperti ini; tetapi, oh, sejauh mana umat-Nya sendiri bersangkutan, sejauh mana Jemaat bersangkutan, itu tidak pernah memuaskan Dia. Tentang itu, kita dapat cukup yakin.
Mengapa kita mengatakan ini? Sebab begitu banyak orang berkata: ‘Ya, kamu tahu, kamu sedang berusaha mendapatkan sesuatu yang begitu sempurna! Mengapa tidak puas dengan apa yang patut dipuji tentang Jemaat pada hari ini? Ambillah, apa adanya! Terimalah dan bersyukurlah bahwa ada begitu banyak yang telah menjadi milik Tuhan dan menanggung nama-Nya di dunia seperti ini!’ Saya menemukan bahwa catatan ini tidak mengizinkan itu. Allah tahu bahwa kita bersyukur bahwa ada orang percaya di dunia ini, meskipun mereka adalah orang percaya yang miskin. Saudara tidak dapat pergi ke luar negeri di dalam dunia seperti ini dan melihat keadaannya, ketiadaan-Allah-nya, keberdosaannya, tanpa bersyukur untuk menemukan bahkan spesimen yang sangat miskin dari seorang percaya yang memiliki beberapa kasih dalam hatinya untuk Tuhan. Saudara bersyukur atas hal terkecil yang berbicara tentang Dia. Oh, tetapi ketika saudara datang untuk melihat tujuan Allah, ketika saudara melihat bahwa apa yang telah Ia rancang untuk Jemaat-Nya adalah kesempatan panggilan-Nya, pilihan-Nya dalam kristus, saudara tidak akan pernah dapat puas dengan nominalisme, atau dengan kebaikan yang umum.
Ketika saudara sampai pada kata seperti ini, saudara menemukannya membawa saudara tepat – jika saudara suka menyebutnya ‘ekstrem’, saudara bisa – tepat sampai pada akhir. Ini memberi tahu saudara dengan cukup jelas bahwa apakah ada masa lalu yang hebat, sejarah besar berkat dan kebergunaan Ilahi, reputasi besar untuk pekerjaan baik, dan masih banyak hal-hal baik yang diperoleh, tidak satu pun dari hal-hal ini merupakan pembenaran yang memadai bagi Tuhan untuk mengkomitmenkan diri-Nya sendiri sepenuhnya pada alat itu, sebab Ia memiliki beberapa reservasi. Ia harus memiliki pertanyaan kecuali tujuan untuk apa alat itu dibangkitkan sedang dipenuhi. Tak satu pun dari Surat-Surat Perjanjian Baru yang akan ditulis jika Tuhan puas dengan apa yang nominal saja. Tidak pernah ada sesuatu apa pun yang sempurna tetapi masalah seriusnya adalah mengenai sikap kita kepada “belum memperoleh.” Paulus berkata: “Aku belum sempurna, melainkan …”, dan sangat banyak yang tergantung pada “melainkan” itu. Jemaat-jemaat dalam Wahyu ini telah menerima kondisi mereka yang tidak sempurna.
Untuk apa Jemaat dibangkitkan? Saya tidak percaya bahwa Tuhan pada awalnya berpikir untuk memiliki Jemaat yang umum, dan kemudian jemaat yang istimewa di dalamnya; massa umum orang percaya, dan kemudian sebuah perkumpulan yang disebut ‘pemenang’ di tengah-tengahnya. Itu tidak pernah menjadi rancangan Allah. Ini adalah apa yang kita sebut keadaan darurat hal-hal, dan ini esensial karena kegagalan umum. Tampaknya bagi saya bahwa kata ‘pemenang’ itu sendiri mengandaikan bahwa ada kegagalan di suatu tempat. Tujuan Tuhan bagi semua Jemaat-Nya, sebagai sebuah alat – yang bagaimanapun hanya dapat diwujudkan di dalam beberapa orang saja – adalah bahwa ia harus menjaga kesaksian hidup yang telah menaklukkan maut, dan akan menaklukkan maut tepat sampai akhir. Ini adalah pertanyaan tentang hidup.
Tuhan Yesus adalah Saksi besar di atas dasar kuasa Allah yang dilakukan di dalam Dia ketika Ia dibangkitkan dari antara orang mati. Ingatlah bahwa kesaksian Yesus selalu terkait dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati; yaitu, bahwa Ia hidup oleh kuasa yang telah mengalahkan maut. Ia adalah Hidup di latar itu, di dasar itu, dalam pengertian itu, dan mereka yang disetujui Perjanjian Baru sebagai saksi bagi Yesus bukanlah mereka yang berbicara kebenaran tentang Dia, melainkan adalah saksi dari kebangkitan-Nya – yaitu, tentu saja, dalam cara rohani – bersaksi tentang Kristus sebagai yang bangkit. Kesaksian Perjanjian Baru tentang Yesus adalah bahwa Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan bahwa Ia senantiasa hidup. Itulah esensi dari kesaksian. Dengan demikian, seluruh pertanyaannya diselesaikan dengan sendirinya menjadi salah satu tentang kesaksian dalam hidup, sebuah kesaksian tentang hidup. Ini bukanlah kesaksian tentang ajaran di tempat pertama, melainkan kesaksian tentang hidup. Apakah nyala api menyala seperti pada awalnya, menyaksikan bahwa Yesus hidup dan menang, bahkan atas latar belakang yang gelap dan mematikan dari dunia ini? Itu adalah pertanyaan untuk umat Tuhan; pertanyaan untuk hidup saudara dan hidup saya, dan untuk setiap alat-alat secara kolektif.
Semakin kita melanjutkan, kita akan melihat banyak dari artinya itu. Untuk saat ini, kita hanya memfokuskan pikiran kita pada masalah ini. Saya tidak memiliki keraguan dalam hati saya tentang apa masalah yang ada pada zaman kita. Saya berharap bahwa dalam hal ini kita dapat dengan benar mengklaim sebagai dari suku Isakhar, dapat dikatakan, untuk mengetahui apa yang dikatakan waktu zaman dan apa yang harus dilakukan oleh Israel. Saya tidak memiliki bayangan keraguan sedikit pun bahwa masalah zaman kita, pada saat ini dalam sejarah Jemaat adalah, lebih dari sebelumnya, masalah kehidupan dan kematian dalam arti rohani. Apakah saudara tidak semakin mengalami penyedotan vitalitas saudara itu sendiri, pengurasan hidup saudara itu, penghabisan energi saudara itu, mungkin terutama dalam kaitannya dengan doa? Apakah tidak benar bahwa sering kali kita memerlukan upaya tertinggi untuk berdoa, dan untuk melaluinya ketika saudara sudah mulai berdoa? Saudara perlu penguatan dari sumber daya lain selain dari energi alami saudara sendiri dalam masalah ini, dan itu semakin demikian. Ada penyedotan vitalitas yang aneh, dalam dan mengerikan, vitalitas mental dan fisik mau pun rohani. Orang-orang rohani, setidaknya, tahu sesuatu tentang itu. Dan berbaring di belakangnya adalah konflik terakhir di zaman ini. Ini adalah masalah rohani dari kehidupan dan kematian.
Tuhan akan mengatakan kepada kita sesuatu tentang hal itu pada saat ini, dan kita harus mengarahkan mata kita pada cara pemikiran Tuhan terhadap masalah besar yang dipertaruhkan bagi umat-Nya. Saya percaya bahwa kita akan tahu bahwa Ia tidak hanya membuat kita menyadarinya dan tidak hanya memperingatkan kita tentang bahaya itu, tetapi bahwa Ia datang dengan kuat untuk membantu kita dan menunjukkan kepada kita apa yang ada di pihak kita di dalam pertempuran.
Sesuai dengan keinginan T. Austin-Sparks bahwa apa yang telah diterima secara bebas seharusnya diberikan secara bebas, karya tulisannya tidak memiliki hak cipta. Oleh karena itu, kami meminta jika Anda memilih untuk berbagi dengan orang lain, mohon Anda menghargai keinginannya dan memberikan semua ini secara bebas - tanpa d'ubah, tanpa biaya, bebas dari hak cipta dan dengan menyertakan pernyataan ini.